Kepsek SMAN 6 Membantah “Potongan” Honorer dan “Pungutan” PPDB, Ketua LSM JPKP: Kita Akan Koordinasikan Dengan APH

Diposting pada

BENGKULU SELATAN|

DETAKSERAWAI.com –Terkait dengan “pemotongan” gaji guru honorer sebesar 25 persen  dan “Pungutan” uang dari Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sebesar Rp. 500 ribu, yang diduga dilakukan pihak sekolah SMAN 6 Kayu Kunyit Bengkulu Selatan.

Kepala Sekolah SMAN 6 Bengkulu Selatan, Sri Hartati dihubungi memelalui telepon seluler, Selasa (21/9/21), membantah hal tersebut. Saya selaku kepala sekolah (kepsek) SMAN 6 Bengkulu Selatan tidak pernah melakukan pemotongan honorer baik GTT maupun PTT, dan rekaman itu tidak benar, jadi saya sudah mendengar rekaman itu dan saya tahu yang merekam itu, yang dijelaskan dalam rekaman itu tidak ada yang benar.

Begitupun halnya dengan uang dari siswa X (sepuluh) yang diambil pihak sekolah, menurut Sri Hartini, itu bukan uang dari PPDB pada saat PPDB kami tidak ada pungutan karena kwitansi dikeluarkan sudah selesai dari PPDB dan sudah daftar ulang, sehingga kami memungut itu, murni untuk kebutuhan anak didik baru. dan ini sudah sesuai dengan peraturan menteri, nanti saya kirim lewat Whatsapp (WA)  kata Sri.

Terkait dengan polemik ini, Junaidi Hamid sebagai Ketua DPC Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan (JPKP) Bengkulu Selatan angkat bicara,” Silahkan saja kepala sekolah punya argumen, itu hak dia, tapi saya sudah mendengar rekaman dan melihat kwitansi yang dipermasalahkan, akan kita uji kebenaran lewat jalur hukum, apakah ada unsur tindak pidananya atau tidak itu kewenangan penegak hukum, dan secepatnya kita akan koordinasi dengan Aparat Penegak Hukum (APH).

“, Dalam pertauran menteri nomor 75 tahun 2016 mengatur tentang komite sekolah, dimana pihak komite tidak boleh melakukan pungutan terhadap wali murud. Sedangkan permendikbud nomor 1 tahun 2021 tentang PPDB, dimana pihak sekolah tidak boleh memungut biaya dari Penerimaan Pesrta Didik Baru (PPDB), kan disitu sudah jelas, permendikbud mana lagi yang dimaksud ibu Sri?”, ujar Junaidi.

” Bagi saya uang yang dipungut itu, apakah namanya uang PPDB atau uang Komite atau uang apalah, bagi saya tidak terlalu penting, yang jadi pertanyaan saya, uang yang dipungut apakah sudah sesuai dengan aturan atau tidak?”, pungkas junaidi.

Sampai terbit berita ini peraturan menteri yang disebutkan tidak juga dikirimkan, pada saat penjelasan Sri Hartini tidak menyebut peraturan menteri nomor dan tahun berapa (IW2002).